Label

Sabtu, 01 Februari 2014

I

Kepada kamar yg selalu menjadi saksi bisu keberadaan dua manusia yg pernah menjalin sebuah kemesraan batin bernama cinta.
Kami masih diam, membiarkan asap rokok mengepul di seluruh ruangan sempit yg beradu dari mulut masing-masing dari kami. Sesekali dia mengganti2 volume kipas angin. Resah. Televisi dibiarkan bisu. Sama-sama tau dan tak mau menau..sejam berlalu, dua, tiga, empat jam. kami masih berdiam. Malas bicara. Hanya mengganti posisi. Dia mendekapku. Lebih erat dari biasanya, dari matanya terpancar emosi yg sulit ku jelaskan. Barusan tadi, aku hanya mempertanyakan keresahan. Ternyata dia gundah sekarang. Tapi Tetap berusaha meyakinkan. Menggenggam tanganku. Kepedihan yang membahagiakan. 
Segenap usaha, aku berkata.. apapun yg terjadi kamu berhak bahagia. Lebih dari aku atau siapapun. Lebih dari cukup kamu memberikan hidup dan kebahagiaan dalam hidupku yg telah ditinggalkan.
dia masih diam, enggan menanggapi. Melepas pelukannya dan kembali membakar rokoknya.. hanya menunduk. Aku tersulut. Menantang penuh ke matanya. Dia menatapku lemah meminta belas kasihan. 'Aku mencintaimu. Kamu hidupku. Entah apa yg terjadi tanpa kamudi sini.' Menunjuk hatinya. Tersedu. Pilu. Hatiku hancur melihat nya sesendu itu. Aku memeluknya erat. Seakan tak memperbolehkan satu orang pun mengambilnya. Kami kembali membisu. Hanya tangisan pilu dan teriakan-teriakan tak jelas keluar dari hati. Rasa haru bahagia dan kepedian bercampur menjadi satu. Baru kali ini aku merasa amat di cintai...

Demi kereta yang seringkali membawaku kepadanya.. atau membawa kami dalam satu tujuan bersama. Seringkali aku kelelahan dan tertidur di pundaknya. Dia selalu siap kapanpun aku butuh. Tanpa aku minta. Atau demi stasiun yg selalu menjadi tempat dia mengantarkan ku kemudian menjemput kedatanganku berpulang ke genggaman tangannya.. favorit kan?tanpa ragu dia mencium keningku sambil berbisik, 'jangan nakal ya' .. yg selalu kutanggapi dengan senyuman nakal.

Demi hari-hari yg tak akan pernah habis kami isi berdua dengan tawa dan tangis. Demi keresahan yg selalu kami perjuangkan. Demi semua yg telah hilang..

Ya.. itu berulang taun ke taun. Hingga hilang. Hilang. Entah karna jaman atau keputusasaan.
Ketika stasiun tidak lagi seramah dulu.. ketika kereta tidak senyaman saat  kamu masih di sebelahku atau saat kamu masih menemaniku melalui pesan2 singkat yg isinya 'aku kangen, cepet sampe dong'
Mungkin..
Ketika hatimu merengkuh hati yg lain..
Ketika aku kesulitan bernafas melihatmu menggandeng tangan yg bukan aku..

Kamu memaksa ku mencintaimu. Tidak, itu mauku. Kamu memaksa aku mendampingimu. Tidak, itu bahagiaku. Kamu memaksa aku meninggalkanmu. Tidak, aku akan hancur.
Maka biarlah, kamu yg tinggalkan aku. Aku tetap disini. Mengiringi kepergianmu dg doa yg bahkan aku sendiri tidak mempercayainya.. bahagialah.. bahkan ketika tanganmu tak lagi menggenggamku, pelukmu tak lagi mereda tangisku. Aku makin mencintaimu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar