Label

Rabu, 25 Februari 2015

rumah

kamu bilang kita ini satu.
tidak bisa pergi tanpa menghancurkan yang lain
kamu membuat segala ketidakmungkinan terasa ringan
kamu mengajariku bagaimana cara mengarang dunia yang kita inginkan
membangun masa depan yang ada hanya kamu dan aku.
kepedihan mampu kita lalui
benarkan, lebih dari segala kepedihan pernah sanggup kita lewati
kita adalah rumah.
seberapa jauh kamu dan aku melangkah menjauh
pada akhirnya akan kembali pada kita
tapi kini, mungkin kamu telah terlalu jauh berada dari rumah
hingga kamu lupa jalan untuk kembali
aku masih berada pada rumah
menunggu mu tanpa mencari
hanya itu..
aku takut, jika saja mencarimu
terlupa jalan pulang sepertimu
ingatkah kamu pada kopi yang kita biasa nikmati berdua tepat di beranda?
seperti biasa selalu kusajikan
jika saja kamu tiba-tiba kembali untuk menyuruhku membuatkan segelas.
padahal kamu tau aku tak pandai membuat kopi. selalu kebanyakan air. katamu.
kemudian kamu memelukku sambil berkata maaf.
tidak. aku tidak butuh kata maaf ataupun janji-janjimu seperti biasa
yang selalu saja kau jadikan alasan kepergianmu terlalu lama
aku hanya butuh rebah
di dadamu. aku lelah terlalu lama menantimu.
kusinggahi beberapa hati sembari menanti yang tak kunjung kembali
tapi aku selalu melangkah gontai kembali ke rumah.
tanpa kamu.
rumah ini rindu kita sayang, tak bisakah kau rasakan dari sana?
dari tempatmu berada kini.
tak sampaikah angin yang selalu menyapa mu tiap dini hari, menyebut kerinduanku?
mungkin saja dia lupa menyampaikan pesan rinduku
agar segera kamu kembali ke rumah

baiklah jika kamu tak mau kembali
tapi jangan paksa aku pergi
aku akan merawat rumah ini sendirian
baiklah jika kamu tidak mau kembali
tapi jangan paksa aku untuk berhenti minum kopi
baiklah jika kamu benar-benar tidak ingin menemuiku lagi
tapi jangan paksa aku merobek lembar demi lembar harapan yang tersisa
meski yang tersisa hanyalah luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar