Label

Senin, 28 September 2015

Dimana kau, senja?

Senja tidak lagi seperti dulu. Mungkin, aku tidak bgitu tau
Apa yang terjadi dalam hidupnya semenjak hari terakhir kami bertemu. Stasiun kereta api.
Beribu pelukan dan satu perpisahan.

Aku tau dari beberapa postingan nya di media sosial. Ku tangkap dia memang sedang menderita.
Entah kecewa atau terluka. Aku tak tau pasti dan tak mampu untuk sekali saja bertanya. Hanya menerka-nerka. Hingga kemudian tak ku lihat lagi postingannya di media apapun.
Matanya tak lagi teduh ku dengar dari beberapa kenalan. Muram. Kenapa kau gerangan?

Perpisahan memang selalu menyakitkan bukan?
Aku tidak pernah menyangka, kereta itu telah membawaku terlalu jauh darimu.
Entah siapa yang semakin menghindar?
Hanya saja kau tak pernah lagi membalas pesanku. Kemana kau gerangan?
Tak rindukah kau pada senduku, senja?

Aku menyesal.
Jika saja, aku membuatmu menjadi tak biasa. Tapi, aku butuh untuk kau bicara.
Katakan bagimana cara untuk mengembalikan kita pada
Kebersamaan yang sulit sekali rasanya jika pada akhirnya harus ku sebut
Dengan kata kenangan
Atau setidaknya beritau aku bagaimana kau begitu mudah menghilang?

Sesuatu berlarian di dalam otak ku senja,
Tapi aku tak tau pasti apa itu. Mungkin kau bisa menjelaskannya?
Seperti biasa, ketika tak ada lagi yang mampu aku mengerti.
Kau selalu punya jawaban dari semua pertanyaan tak masuk akal yang ku karang.

Ada yang mencoba menarik dan merampas alam sadarku, senja..
Apakah aku akan mati?
Tolong aku senja, mungkin sebentar lagi aku kehabisan kata
Dan lebih dalam terjerumus pada imajinasi yang tak mampu aku kendalikan.
Apakah aku akan gila, senja?

Jumat, 11 September 2015

Tuhan Murka

kita,
menjadi sebuah kebiasaan
yang kita namai cinta
berakhir dengan kegagalan
yang kita amini
sebagai dosa
begitulah kita berlalu
mengukir begitu banyak kenangan
berharap di hapus waktu
ketika mimpi tak lagi satu

kita.
bukan lagi kekasih
yang selalu kita banggakan
tidak lagi menjadi penting
untuk diperjuangkan

kita.
pernah diam-diam saling dekap
membangun mimpi
hanya untuk kita berdua
membayangkan hidup tidak
akan menyenangkan jika
tidak bergandeng tangan

mereka benci kita
Tuhan lebih lagi

kita.
tidak peduli
pura-pura tuli

tau apa mereka?

bahagia. kita yang punya
mereka hanya iri.

pada akhirnya, Tuhan murka.
Dia ambil segala yang kita punya
tanpa sisa

kita.
terang-terangan saling benci
begitu terbuka untuk memaki

betapa kebersamaan yang sia-sia
betapa segala janji yang masih kita ingat
tidak lagi penting untuk ditepati.

little story

dalam diam menangis dalam kebisuan,berpaling pada kepalsuan
kau kira semua kekal padahal hanya tipuan, menjerit berteriak pada Tuhan
aku tak ingin sendirian, tak ingin berbagi hanya pada bintang yg tak mungkin menyahut atau pada bulan setengah yg bisu



Lagi lagi siska menangis, ia pergi keluar rumah mencari udara segar. Di luar sana angga menunggunya, siska mempercepat langkah kakinya ia tak sabar ingin segera bercerita pada kekasihnya itu, ''aku bertengkar lagi dg nya'' segera setelah mereka bertemu ''jika saja aku dulu bukan seorang keji'' sahut angga ''aku yg salah krn tak prnh bsa memberi alasan mendetail kpd mrka knp aku mncntaimu''
beberapa hari setelahnya keadaan tak jg membaik,bahkan aku tak merasa nyaman d rmhku sndiri (siska bicara dlm hati) bertemu teman2 aku malah semakin merasa gila!
harus ada yg kau pilih siska, begitu kata seorang yg prnh ia mintai pendapat. Tidak!aku memang seorang egois aku ingin keduanya berjalan beriringan


''aku begitu mencintaimu hari ini bahkan mungkin besok dan selamanya''
''aku bahkan lebih lagi siska''
''tapi bukan hanya kau yg aku cintai tapi juga dia, mereka'' tangis siska pecah lagi..
''maafkan aku'' nyaris tak trdengar


beberapa hal tidak bisa berjalan beriringan,



di sinilah siska sekarang, seorang diri terduduk memandang matahari tenggelam di sebrang lautan dg pandangan kosong, 3 sim card tergeletak patah di sebelah kakinya.

mati.rasa

apa itu cinta?
telah habis segala daya upaya
hingga kini
aku mati rasa

pernah ku beri seluruh jiwa
semampu raga menjaga segala
yang ada
begitu tiada
tak ada
yang tersisa
luka?
tak ada lagi rasa
hanya sia-sia

aku kalah. lemah
tak tau harus berbuat apa?
hanya pasrah.
berharap segera saja.